Jumat, 27 Februari 2009

Uang Pangkal Sekolah

oleh Sparta

Islam mengatur cara berbisnis dengan baik dan santun. Berbisnis haruslah dilandasi pada prinsip saling menguntungkan. Tidak ada satu pihakpun yang dirugikan dan tidak ada satu pihakpun yang mengambil keuntungan yang berlipat karena kebodohan pihak lain. Islam sangat jelas mengatur sebagaimana dalam Surat An-Nisa:29 yang menyatakan:

..Hai orang-orang yang beriman! jangan kamu makan harta kamu di antara kamu dengan cara batil, kecuali dengan jalan perdagangan dengan adanya saling kerelaan dari antara kamu."

Surat tersebut jelas mengatakan bahwa harus ada kerelaan diantara pihak yang terlibat dalam bisnis. Bagaimana apabila pihak pertama menjual barang dan jasanya melalui uang muka atau uang pangkal? pada saat pihak kedua (pembeli) tidak jadi membeli barang dan jasa tersebut pantaskah uang pangkal ini hilang? Pantaskan pihak pertam (penjual) mengambil uang pangkal ini dengan alasan karena pihak ke dua telah ingkar janji dengan pembatalan pembelian nya? jawabannya tentu saja pada keiklasan dan saling menguntungkan sebagaimana dalam surat di atas. Dari keiklasan tentu saja pihak kedua tidak akan iklas uang pangkalnya diambil oleh penjual meskipun pembatalan berasal dari dia sendiri. Dari sisi kerugian, pihak pertama akan mengalami kerugian karena barangnya tidak jadi dijual. Tetapi kerugian ini dapat ia kurangi bukan. Penjual dapat saja menjual produknya kepada pihak lain, sehingga kerugian dapat ia tekan. Dari sisi pembeli, ia akan mengalami kerugian dari uang pangkal yang hilang diambil oleh penjual, dan kerugian ini tidak akan dapat dikurangi oleh pembeli. Ia tidak akan bisa mendapatkan uang pangkalnya selamanya. Kita simpulkan kerugian terbesar ada pada pembeli. Apabila ini terjadi maka uang pangkal yang diambil oleh penjual dengan alasan apapun tidak sah. Uang pangkal ini atau harta yang diperoleh oleh penjual dengan jalan batil sehingga haram hukumnya uang pangkal tersebut diambil oleh penjual.

Praktek-praktek bisnis yang sering dilakukan dengan mengambil uang pangkal pembelian padahal barangnya atau jasanya tidak jadi diberikan kepada pembeli banyak dilakukan saat ini. Praktek ini kita anggap lazim saja karena kita tidak pernah tahu bagaimana bisnis semestinya dilakukan secara syahri islam. Kita sudah terbiasa dengan praktek bisnis yang dilakukan dalam sistem kapitalis yang lebih berorientasi pada keuntungan maksimum tanpa melihat dampak kerugian pihak lain.

Suatu kali anak saya yang nomor satu (dan sekarang yang nomor dua) akan memasuki sekolah SMP. Sekolah SMP yang dituju dilingkungan tempat tinggal saya adalah sekolah Islam. Kuatir dengan anak saya apabila tidak lulus pada sekolah negeri, dan saya tidak ingin anak saya tidak sekolah, jadilah saya mencoba untuk mendaftarkan anak saya test di SMP tersebut. Sekolah-sekolah tersebut tahu betul kekuatiran orang tua calon siswa. Jadual waktu test SMP swasta Islam tersebut memang selalu medahului SMP negeri unggulan. Uang pangkal yang diminta tidak tanggung-tanggung yaitu Rp.16,5 juta dan ada yang Rp.10,5 juta. Masalah bukan disini. Bila lulus test uang pangkal ini harus dibayar tiga kali cicilan dan harus lunas paling lambat sebelum hasil ujian tes masuk SMP negeri unggulan di umumkan. Saya sebagai ortu tentu saja ingin menyekolah anak di SMP negeri unggulan. Hal ini karena profesi saya sebagai Dosen yang mempunyai penghasilan tidak begitu besar, saya ingin anak saya diterima di SMP negeri unggulan. disamping itu, kualitas SMP negeri unggulan saat ini (dengan gaji guru PNS lebih tinggi) lebih baik dengan SMP swasta. Apabila anak saya lulus di SMP negeri, pada saat ini uang pangkal SMP islam sudah lunas dan saya tidak jadi menyekolah di SMP swasta tersebut maka otomatis uang pangkal akan hilang 100%. Saya tertegun ini dengan aturan seperti ini. Timbul pertanyaan bagaimana bisa mereka dengan tega bikin aturan ini? apakah mereka tidak melihat hukum Islam yang mengatur perdangan? Meskipun ini bidang pendidikan, apa bedanya dengan bisnis. Anak saya menerima jasa dalam bentuk ilmu dari sekolah dan saya membayar dalam bentuk uang pangkal dan uang SPP. Bila saya tidak iklas tentu saja sekolah itu menerima aset dengan jalan batil. Ini tentu saja cara-cara perolehan seperti ini haram hukumnya..... Saya nyakin mereka lebih banyak tahu dari saya mengenai hukum Islam dalam berbisnis. harusnya mereka memberikan pilihan kepada ortu calon siswa yaitu menyerahkan uang pangkal sebagai sumbangan sukarela sebagai infak (tanpa paksaan) dan atau memotong sebagian uang pangkal tersebut untuk menutupi biaya admistrasinya. bila ini dilakukan saya nyakin ortu calon siswa akan iklas dan sekolah Islam tersebut dapat terhindar dari peroleh harta dengan cara batil.

SUbhanallah,... kenapa sekolah-sekolah Islam mempraktekkan cara berusaha layaknya para kapitalis?... ini suatu praktek yang dilarang dalam Al-qur,an. Saya nyakin suatu saat mereka akan sadar. Bukankah waktu telah memberikan pelajaran bahwa praktek bisnis yang tidak sesuai dengan syari Islam akan menimbulkan kehancuran. Lihat kehancuran sistem kapitalis saat (dimulai akhir tahun 2008 kemaren sampai sekarang massih berlangsung) ini di negara-negara barat. mereka sendiripun telah sadar bahwa sistem kapatitalis telah gagal mensejahterakan umat. Sistem ekonomi Islam yang sesuai dengan Al-qur,an dan hadist telah mulai mereka lirik (by sparta1609@yahoo.com) .

Wassallam, penulis Sparta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar